Pages

7. Ketika Hujan Turun Lagi

   Cuaca di luar gelap. Angin bertiup kencang. Ini menandakan sudah tiba musim hujan. Karena di luar memang sedang turun hujan (nenek-nenek juga tau!). Dan air menggenang di mana-mana. Di lapangan olahraga, di dekat perpustakaan, dan yang paling gila-gilaan di bak WC sekolah. Di sana penuh sekali


   Juga di jalanan kecil menuju jalan besar. Air got sudah melimpah ke jalanan. Banjir. Padahal hujan turun belum lama. Dan tadi pagi, waktu Lupus berangkat sekolah, cuaca belum nampak mendung. Masih cerah. Tapi kini, air menggenang di mana-mana.

   Betapa suburnya alam Indonesia.

   Tapi Lupus tidak bersyukur. Karena dia terpaksa harus menanti hujan reda, untuk dapat pulang tanpa kehujanan. Bikin kesel aja. Tapi apa boleh buat? Terpaksa dia dengan sabarnya bersandar di dinding sekolah. Sambil mengulum permen karet yang rasanya udah ngujubileh pait.

   Habis bayangin aja, sudah satu jam lebih dia mengulum, belum dibuang-buang juga. Soalnya dia memang lagi krisis ekonomi. Duitnya kini cuma cukup untuk ongkos pulang. Mana perut lapar, lagi.

   Sementara teman-temannya yang lain ada yang masih asyik di kantin. Makan bakso hangat sambil menunggu hujan reda. Ada juga yang masih asyik di kelas. Sibuk dengan pe-er yang ditugaskan buat besok. Tapi tak banyak. Kebanyakan dari anak-anak SMA Merah Putih sudah pada pulang. Dijemput atau pakai kendaraan yang biasa mereka bawa. Ada juga yang nekat hujan-hujanan.

   Lupus tidak termasuk yang mana-mana. Tidak juga yang nekat melawan hujan. Bukannya takut sakit, tetapi dia sedang membawa pulang tugas gambar yang akan dikumpulkan besok. Kalau sampai basah kan nggak lucu juga. Soalnya tadi aja dia mati-matian ngerjainnya. Memproyeksikan berbagai bentuk bidang, kayak