Waktu ada rapat panitia, bicaranya berapi-api. Kayak uler naga.
Makanya, kini dia bingung sekali. Dengan cepat, dia mengumpulkan para anak buahnya dalam
rapat gelap seusai sekolah.
"Bagaimana ini? Semua bisa berantakan. Bagaimana mungkin kita bisa kecolongan kayak gini. Kalian tau semua, pamflet itu sudah tersebar ke mana-mana. Semua anak baru pasti sudah membaca. Dan bagaimana kalau mereka terpengaruh dan mengadakan aksi protes? Huh, sial. Pasti ada oknum yang nggak suka sama rencana kita bikin Mapras. Memang sih, kegiatan kayak begini nggak boleh lagi. Tapi yang namanya tradisi nggak boleh hilang dong!" Andang nyerocos.
Teman-temannya cuma manggut-manggut aja.
Lupus juga. Lagi nggak interes sama kicauan Andang. Dia ngamuk berat. Ini kan jamnya orang tidur siang. Mending kalau rapatnya ada konsumsi. Huh!
Tapi kamu nggak tau masalahnya, ya? Gini. Si Andang, dengan rekomendasi dari ketua OSIS terpilih jadi ketua program Mapras. Kegiatan ini sendiri secara tertulis sebetulnya tidak boleh. Pun di universitas-universitas. Diganti dengan yang lebih mendidik, seperti P4, kebersihan kelas, dan sebagainya! Tapi, seperti biasa, apa yang tertulis tidak selalu cocok dengan kenyataannya. Apalagi SMA Merah Putih ini bukan sekolah negeri. Jadi peraturan bisa sedikit lain dengan negeri. Dan Mapras itu sudah mentradisi di setiap tahun ajaran baru. Nggak berat sih, nggak kayak di universitas swasta. Tapi ya yang namanya Mapras, tetap saja nyebelin. Jadi nggak adil dong kalau tahun ini program gelap itu ditiadakan. Makanya anak-anak kelas dua dan tiga ngotot mau mengadakan Mapras. Sedangkan guru-guru cuma angkat bahu saja, memaklumi acara yang sudah mentradisi ini.
Tapi kalau anak-anak kelas satunya berontak, berarti mengancam kelangsungan jalannya kegiatan tersebut. Beneran. Soalnya secara resmi,