“Saya Yanti. Kamu siapa?” sahutnya balik bertanya.
“Saya Lupus,” jawabnya sambil mengulurkan tangan. Dan bisa ditebak. Untuk seterusnya mereka ngomong soal sekolah, cuaca, film, musik, dan makanan favorit.
Di luar jalanan macet. Pagi-pagi begini memang banyak orang yang bertugas. Tapi Lupus sama sekali tidak mengutuki keadaan itu. Malah bersyukur. Dan di Senayan, seseorang turun. Meninggalkan bangku kosong yang langsung diduduki Yanti. Lupus pun segera menitipkan bawaannya yang banyak kepada Yanti. Contoh-contoh tanaman serta diktat yang besar-besar.
Tapi sial! Di sebelah Yanti ternyata duduk seorang cowok yang langsung mengajak ngomong Yanti. jauh lebih agresif dari Lupus. Ngomongnya disertai humor-humor yang sama sekali tidak Lucu menurut Lupus, tapi bisa membuat Yanti tertawa-tawa kecil. Lupus mengutuki Yanti yang begitu mudah akrab dengan cowok itu, sampai menelantarkan dirinya. Dasar cewek! Makinya dalam hati.
Dan dia terus menggerutu sampai ke lupaan turun. Akhirnya dengan tergesa-gesa. Lupus pun menerobos desakan penumpang untuk segera melompat ke pintu bis. “Kiri! Kiri, Bang!” teriaknya sambil menggedor gedor pintu. Sang kondektur memandang sewot ke arahnya. “Sial, lu! Bukan dari tadi bilangnya!”
Lupus melompat turun sambil meledek kondektur yang marah-marah. Lalu jalan menelusuri trotoar. Tapi, astaga! Barang barang bawaan serta diktatnya ketinggalan di bis! Lupus Iangsung balik hendak mengejar bis itu, tapi yang tertinggal cuma kepulan debu dan derunya bis. Lupus habis memaki maki. Dasar cewek pembawa petaka! Percuma tadi bangun pagi-pagi nyari contoh tanaman buat praktek kalo akhirnya begini! Mau pulang lagi, jelas nggak keburu.
Wah, rasanya mau teriak keras-keras. Menumpahkan kekesalan yang mbludag di-