Pages

Page-06

hatinya. Tapi situasi tak mengizinkan. Banyak anak-anak sekolah yang lagi jalan. Jangan-jangan malah dikira gila. Jalan paling aman ialah memakan permen karet dan menggigitnya keras-keras. Dia nyesel, kenapa tadi rambutnya si Yanti nggak ditempelin permen karet saja, biar tahu rasa!

   “Hei... Lupus!!!!” dari kejauhan terdengar suara cewek memanggil. Lupus segera menoleh. Eh, itu Yanti sambil mengacung-acungkan tanaman serta diktatnya.

   “Kamu lupa bawa ini, ya?” teriaknya lagi. Wajah Lupus berubah cerah. Lho. Yanti kan harusnya turun di Mayestik, kok dia bela-belain ngebalikin barang-barang itu sih? pikirnya.

   “Wah, makasih banget, Yan! Bawa sini dong!” sahut Lupus girang sambil menghampiri Yanti, tetapi Yanti malah menjauh sambil tertawa-tawa. ”Ayo, tangkap dulu, dong. Hahahaha .... “

   Dan Lupus pun mengejarnya dengan mudah. Hm, romantisme ndeso! Mereka pun tertawa-tawa.

   “Kamu sombong ya, turun nggak bilang bilang!” sahut Yanti terengah-engah. Lupus cuma mencibir. “Kamu sih keasyikan ngobrol sama cowok itu. Jadi ngelupain saya!” balas Lupus.

   “Idih, cemburu, ya?”

   “Nggak!!” jawab Lupus dengan wajah memerah. Tapi akhirnya Lupus pun dengan setia menemani Yanti menunggu bis yang akan lewat berikutnya. Nggak peduli bel sekolah yang berdentang di kejauhan. Dan dia malah bersyukur ketika bis yang ditunggu takkunjung tiba.


***