Untuk menghilangkan keresahannya, dia mencoba melamun. Dan tiba-tiba aja jadi ingat Mas Wedha, yang suka nggambar di majalah Hai. Dia itu, katanya sendiri. orang yang sangat tabah. Tahan godaan.
“Bagaimana nggak tabah.” sahutnya suatu ketika, “walaupun bapak saya haji, tetangga dan lingkungan saya orangnya pada alim-alim, rajin sembahyang, rajin puasa, rajin tarawih, rajin mengaji, tapi saya tetap tak tergoda untuk ikutan puasa.”
Lupus cuma ngakak. Dan kemarin, ketika Lupus ketemu dia lagi, Lupus iseng menegur, “Gimana, Mas, masih tetap tabah?”
“Alhamdulillah masih...,” jawabnya kalem. ”Tuhan tau bahwa saya nggak bakalan kuat berpuasa. Jadi buat apa membohongi diri? Kalau saya puasa nantinya Tuhan malah marah. Menyangka saya orang yang sombong... sok ikut-ikutan .... “
Lupus sering tak bisa menahan senyum kalau ingat hal ini. Seperti sekarang, secara nggak sadar, dia tersenyum-senyum sendirian di metro mini. Di depan cewek cakep tadi. Dan, oh God, cewek itu membalas senyum nyasar dari Lupus. Gimana nggak ge-er?
“Halo.” sapa Lupus berani. “Mau ke mana?”
Gadis itu tersenyum lagi. Senyum yang penuh godaan. “Ke Blok M, nih. Mau shopping. Anterin, yuk?”
Lupus agak kaget. Agresif banget cewek ini. Dan tanpa menunggu ajakan kedua, beberapa saat kemudian, Lupus telah berjalan keliling-keliling blok M berdua cewek tadi. Dari situ dia tau, namanya Evan. Banyak sekali yang dibelinya. Seluruh pasar Blok M dikelilingi. Dan Lupus jadi agak risi ketika Evan dengan seenaknya menggandeng tangan Lupus. Gimana kalau ceweknya tau?
Jam tiga siang, mereka berhenti di depan A-ha (maksudnya American Hamburger, bukan grup bandnya si Morten). Evan mengajak masuk. Lupus jelas menolak, meski dia merasa sangat lapar dan haus. -