Pages

Pages-48


lndah itu malah jualan makanan kecil buat
para kondektur. Indah berusaha menghindar
ketika tau Lupus itu siswa SMA Merah Putih.
Tapi Lupus memergokinya.

   “Kamu lndah, kan? Kok jualan beginian?
lbu kantin sekarang di mana?”

   Indah cuma diam beberapa saat. Tapi
kemudian dia cerita banyak. Tentang bagaimana
hidup dia tanpa usaha kantin di sekolah
Lupus.

   “ltu penghasilan kami satu-satunya.
Dengan begitu, setelah kejadian ini saya tak
bisa melanjutkan sekolah lagi di Bandung.
Terpaksa bantu-bantu ibu jualan makanan kecil
.... “ sahut Indah sedih.

   “Tapi, kenapa kalian sampai bisa terlibat
kasus penjualan minuman keras itu? Kekurangan
duit, ya?”

   “Kami memang cereboh. Kami mau saja
menerima titipan dagangan dari orang luar.
Kami benar-benar tak tau kalau bungkusan
plastik itu minuman keras. Bagaimana kami bisa curiga kalau yang menitipkan dagangan
itu siswi SMA itu sendiri?”

   “Siswi SMA Merah Putih? Siapa? Kok
kamu tidak lapor saja?”

   ”Lapor? Mana mau mereka mendengar
suara kami, kaum lemah? Mereka begitu
mudahnya mengusir kami tanpa memberi
kesempatan untuk membela diri!”

   “Jangan berprasangka buruk. Mungkin
sang Kep-Sek lagi panik. Soalnya terus terang.
ini pukulan pertama bagi beliau. Apalagi
dia itu jantungan! Ngomong-ngomong, siapa
yang menitipkan minuman keras itu?”

   “Ruri.”

   “Ruri?” Lupus tiba-tiba bisa menangkap
latar belakang semua ini.

   Dan sore harinya, Lupus sudah berada di
rumah Ruri.

   “Kamu jangan nuduh sembarangan dong!
Kalau memang naksir anak tukang jualan itu
bilang aja. Nggak usah berlagak sok pahlawan!”
jawab Ruri ketus.-