Pages

Pages-47


   “lya, Cing, kamu kok nggak pernah ikutan nongkrong di kantin, sih? Bego. Saya lagi naksir berat nih sama dia. Gimana ya caranya sampai dia tau kalau saya naksir? Ayo dong, Pus, kamu kan suka banyak ide!” Lagi-lagi Boim ngegombal. Lupus ogah-ogahan mendengar celoteh Boim. Dia malah lagi mikir, gimana bisa tidur enak di kelas tanpa diganggu cecurut macam Boim begini.

   “Say it with flowers!” jawab Lupus sekenanya. Tapi reaksi Boim benar-benar luar biasa. Ide yang cemerlang, teriaknya. Keesokan harinya, pagi-pagi sekali, dia sudah membawa seikat bunga buat anak ibu kantin itu. Dan bisa ditebak, cintanya ditolak!


•••


   Tapi belum sampai tiga hari sejak kedatangan Indah, kantin sekolah tiba-tiba ditutup. Begitu mendadak. Perintah pemboikotan kantin itu datang langsung dari Kep-Sek. Sang Kep-Sek ini shock berat ketika mendengar bahwa di kantin sekolah dijual juga minuman keras (bukan es, lho, tapi yang mengandung alkohol) dalam kemasan plastik. SMA Merah Putih, yang selama ini menjadi SMA teladan karena nama baiknya, yang para siswanya tak pernah terlibat perkelahian meski bersebelahan dengan sekolah lain (tentu saja, wong sekolah ini bersebelahan dengan SD inpres. Mana bisa diajak perang?), dan juga prestasi siswa-siswinya yang sering memenangkan cepat-tepat di TV (ini juga, setelah diselidiki ternyata mereka ikutan Cepat Tepat-Tingkat SLTP, tentu saja menang!), dan kebanyakan siswanya bisa masuk perguruan tinggi negeri tanpa ikut sipenmaru, tentu saja tak mau tercemar dengan berita mengejutkan macam itu.

   Lupus tadinya tidak begitu ambil pusing, karena dia toh jarang jajan di kantin itu. Pengalaman buruk masa lampau cukup membuatnya kapok. Tetapi ketika suatu siang, sepulang sekolah dia ketemu lndah di dekat terminal Grogol, dia jadi ingin tahu. Soalnya-