seenaknya, polos, dan kadang bikin keki. Tapi kini dia menatap Anto dengan wajah serius.
“Ada hal-hal yang lebih baik kita lupakan dalam hidup ini. Apalagi pikiran-pikiran negatif yang hanya akan membuat kita resah. Tapi kamu nggak usah cemas, To. Saya bukannya jagoan yang mau mengobrak-abrik sarang mereka. Saya tertarik untuk mengungkapkan cerita yang mungkin menarik dari remaja-remaja macam mereka.
Kenapa mereka tak betah di rumah seperti kamu? Atau, bagaimana mereka memandang masa depannya .... “
Anto terdiam, menatap bingung pada Lupus. Dia memamg sudah lama berkawan dengan Lupus, tapi hingga kini, dia sering tak bisa menebak bagaimana jalan pikiran Lupus sebenarnya. Dan dia benar-benar tak habis pikir ketika malamnya Lupus nekat pergi sendirian ke pos anak berandalan itu.
•••
Keesokan harinya, pagi-pagi sekali, Lupus baru pulang. Dengan wajah pucat karena mungkin semalaman tak tidur.
“Alhamdulillah, ternyata kamu masih hidup!” sahut Anto sambil menyerbu Lupus. Lupus cuma mencibir, lalu merebahkan tubuhnya di tempat tidur.
“Lho, kok langsung semaput? Kamu nggak di apa-apain?
“Apa hak mereka memukul saya? Saya datang secara baik-baik kok, dan dengan maksud yang baik juga!” jawab Lupus sombong. Tapi kalau kamu tau, bagaimana gemetarnya Lupus ketika datang ke markas berandalan itu, kamu pasti nggak bisa menahannya. Untung saja bagian itu disensor.
“Memangnya mereka kenal kompromi juga?”
“Nah, itulah kesalahan kamu. Kamu terlalu cepat menuduh orang lain jelek. Tanpa berusaha membuat pendekatan lebih dahulu. Saya nggak percaya ada orang yang begitu jahatnya di dunia ini sampai tak punya peras-