
Lupus cepat-cepat menutup telinganya. Dia keki berat. Lagi seram-seram begini malah cerita yang nggak keruan.
“Lho, kamu nggak percaya, Pus? Beneran, kok. Pak Karta orang jujur, saleh, dan hampir nggak pernah bo’ong, kecuali kalau nggak ada orang yang tahu bahwa dia bo‘ong...,” sela Anto tanpa merasa salah.
“Anto, apa kamu nggak pernah diajari bagaimana cara melawak yang baik?” ujar Lupus geram.
“Terserah kalau kamu nggak percaya. Saya nggak maksa. Saya juga nggak lagi melawak. Kamu jangan nuduh sembarangan dong. Itu fitnah namanya. Dan fitnah itu adalah perbuatan setan. jadi kamu sama aja dengan setan .... “
“Ya, dan saya akan mencekikmu bila kamu nggak mau berhenti berkicau!” Tapi tiba-tiba keduanya terpekik perlahan, ketika terdengar suara botol dibanting tepat di dekat mereka.
Secara refleks, keduanya berpegangan. Memandang sekeliling dengan hati berdebar. Dan muncullah sebuah sosok yang seram dari balik pohon kamboja. Memandang sinis ke arah mereka.
“Sst..., itukah setan yang diliat Pak Karta? Kok ada kepalanya, ya?” bisik Anto ketakutan.
“Diam kamu!”
Sosok itu mendekat. Diikuti oleh beberapa sosok tubuh lainnya. Rata-rata berwajah kasar dan seram. Anto berbisik pelan pada Lupus.
“Gawat, Pus. Itu bukan hantu. Mereka anak-anak berandal seberang kuburan sana! Mereka pasti mau bikin setori dengan kita!”
“GiIa, apa alasan mereka mengganggu kita?” sahut Lupus keras.
“Sst, jangan keras-keras. Ya, Tuhan, kamu bisa dihajarnya .... “
Dan kini wajah sosok yang pertama terlihat sudah sangat dekat di depan mata Lupus. Menatap tak berkedip dengan sorotan mata-