lat? jawabnya singkat: ‘Karena kelunturan kulit kakinya .... “
Tapi Jipi bukannya sakit hati, malah bangga.
“Hei, kok pada ketawa-ketawa? Ajak-ajak dong .... “ Mas Wendo tiba-tiba muncul. Dia baru datang dari seminar. Nggak jelas seminar apa. Kayanya sih seminar tuyul.
“Lho, ini lagi ngetawain kamu kok. Mas,” jawab Mas Aries cuwek.
Wendo, yang nggak siap bakalan langsung di-kick begitu, langsung ngajak Lupus ngomong. Ngobrol sama Lupus memang aman. Dia jarang nge-kick orang, kecuali kalo terpaksa.
“Hei, Lupus. Tulisan kamu tentang jazz kemarin itu bagus lho! Jauh berbeda dengan yang ditampilkan majalah-majalah lain. Kamu tak bicara soal kaidah-kaidah musik jazz, kamu tak bicara soal teknik bermain mereka, soal struktur harmoni irama mereka, soal apa yang mereka mainkan itu fusion, ragtime, blues, atau funky. Kamu meninggalkan itu semua. Tapi yang kamu ketengahkan benar-benar dari kaca mata remaja. Dan itu bagus. Itu yang membuat tulisanmu lebih mudah dipahami. Tidak berkesan menggurui. Dan remaja seusia kamu memang lebih suka baca artikel yang kamu tulis itu, tanpa bingung-bingung memikirkan istilah-istilah aneh yang diketengahkan oleh kebanyakan media. Kamu bisa merasakan emosi yang begitu karena kamu terjun langsung sebagai remaja. Remaja yang mengamati musik jazz. Teruskan, Lupus .... “
Lupus kaget juga. Nggak nyangka bakal dipuji begitu banyak. Karena dia tau, Mas Wendo jarang memuji orang. jadi kalau dia memuji berarti dia memang benar-benar menyukainya.
Kamu mungkin heran, ya, apa yang ditulis Lupus dalam artikelnya. Singkat saja. Dia cuma merangkum pendapatnya dan pendapat remaja-remaja yang ikutan nonton waktu itu. Dia tidak mengritik musik yang ditampilkan, tapi justru mencela panitia yang terlalu me-