bermain untuk dirinya sendiri .... “ cewek lain ikut komentar.
Sementara musik kembali mengalun. Dan para penonton memulai lagi sandiwaranva. Manggut-manggut, dan menggoyangkan kakinya. Lupus jadi tertarik dengan pembicaraan remaja-remaja yang di sebelahnya tadi. Mereka seperti mewakili seluruh remaja yang berjubel membanjiri pagelaran siang bolong itu. Lupus seperti menangkap sesuatu. Sesuatu yang bisa menjadi bahan tulisannya. Sesuatu yang mungkin tak terpikirkan Oleh wartawan lain. Mungkin hasilnya tak begitu Bagus, tetapi lupus akan mencoba.
Beberapa minggu kemudian, majalah-majalah ramai memberitakan pagelaran musik tersebut. Majalah hai juga memuat. Lupus yang menulis. Tapinya dia kini malah lagi asyik becanda dengan Mas Aries yang asyik melukis. Suasana di kantor redaksi Hai ini memang santai dan menyenangkan. Itulah sebabnya, kenapa Lupus betah di situ. Hampir saban pulang sekolah, kala teman-temannya pada main ding-dong di dekat pasar swalayan, Lupus lari ke kantor Hai. Orang-orang yang kumpul di sini memang merupakan gabungan dari beberapa karakter yang unik. Ada yang doyan ngecap, ada yang doyan tidur di kolong meja, ada yang pendiam, ada yang hobinya godain cewek lewat, ada yang doyan nyanyi, ketawa, ngeledek, atau yang kerjanya nggambar melulu. Seperti Aries ini. Ngakunya dari rumah mau kerja. Sudah dapet restu dari ibu bapaknya. Ee, nggak taunya sampai di kantor kerjanva ngggambaaaar melulu. Ada juga Jipi -perjaka yang hobinva nempelin-nempelin dan gunting-guntingin kertas-. Bakat ini memang kentara ketika dia duduk di TK. Nilai pelajaran seni melipat kertas-nya dapet angka delapan. Tapi yang kurang menguntungkan adalah kulitnya yang rada kelarn dibanding rekan-rekannya. Sampai pernah ada teka - teki yang paling nge-top di kantor ini dan hampir semua orang di situ bisa menjawabnya: ’Kenapa kaus kaki jipi berwarna cok-