Pages

Page-09

pikir Poppi kesal. Memang benar, pulang dari les Inggris tadi, dia tak biasanya langsung mandi. lengkap dengan gosok gigi dan cuci rambut. Lalu setengah jam duduk di depan kaca. Sibuk dengan segala macam atributnya. Madonna juga kalah menor. Setelah selesai, dia berputar-putar di depan kaca. Ke kiri ke kanan. Persis anak TK lagi karnaval.

   Tapi sekarang, hampir setengah jam dia duduk di teras. Membolak-balik majalah dengan kesal. Poppi tau, Lupus doyan ngaret. Dalam artian suka datang terlarnbat dan suka makan permen karet. Tetapi Poppi sama sekali nggak bisa menerima kalau pada saat bersejarah seperti ini, dia masih mati-matian mempertahankan kebiasaan ngaretnya. Boleh dibilang ini kencan pertama mereka, kalau memang jodoh. Soalnya Poppi sendiri sebetulnya sudah mulai tertarik ketika baru masuk SMA, enam bulan yang lalu.

   Dia masih ingat, saat itu dia langsung ditunjuk jadi ketua kelas. Dan dia pun mulai memerintahkan teman-teman lain untuk membawa segala macam keperluan kelas. Dari sapu. kalender, hiasan dinding, ember, lap, keset, pokoknya macem-macem deh. Soalnya saat itu juga masih dalam masa ‘perkenalan sekolah’. Lupus yang datang terlambat juga kebagian dapat tugas membawa bulu ayam.

   Keesokan harinya, pagi-pagi sekali, anak - anak sudah ngumpul di sekolah. Hari kedua itu akan di adakan lomba kebersihan kelas. Maka mulailah Poppi dengan lagak bak panglima perang memeriksa bawaan anak buahnya. Ketika sampai pada bangku Lupus, dia sedikit heran karena anak itu kayanya cuma bawa buku satu. Nggak bawa tas atau bawaan lainnya.

   “Hei, mana bulu ayamnya?” “Hm? Oya..., tunggu sebentar. Mudah-mudahan nggak jatuh di jalan!” sahut Lupus sambil membolak - balik lembaran bukunya yang kucel. Lalu dia pun mengambil sehelai bulu ayam yang terselip di situ. “Ini dia. Untung nggak jatuh. Satu cukup, kan? Untuk apa sih?