“Ada apa, Pop?”
“Saya cuma mau ngasih selamat. Saya sudah baca cerita kamu yang menang sayembara itu. Hayo, kamu nggak bisa mengelak Iagi, katanya mau traktir!”
Lupus nyengir sambil mengacak-acak rambutnya.
“Eh, kamu tau juga, ya? Boleh deh kalau kamu mau, asal jangan yang mahal-mahal.”
“Sekarang?”
”Terserah. Saya selalu punya kok waktu untuk cewek cakep macam kamu,” goda Lupus.
“Nggak usah ngerayu. Tapi jangan siang ini, ya?”
“Apanya? Ngerayunya?”
“Bukan. Itu, traktirnya. Siang ini saya udah dijemput. Mau langsung kursus Inggris. Gimana kalau... eh, gini aja. Gimana kalau kita nonton aja? Mau?”
“Di tempat gelap-gelapan? Mau dong. Nonton apaan?”
“Apa aja. Di bioskop murahan dekat pasar situ. Kita nonton yang sore aja. jam limaan, soalnya besok kan sekolah. Tapi pulangnya beli bakso, ya?”
“Boleh. Terus berangkatnya gimana? Saya jemput kamu atau kamu jemput sa...”
”Gombal, kamu jemput saya dong. Gitu aja deh, saya udah ditunggu sopir nih. Sampai nanti, ya?”
Poppi berlari ke pintu gerbang. Lupus tersenyum waktu dia membalik dan melambaikan tangannya.
* * *
Jam lima kurang seperempat. Lupus belum juga kelihatan batang hidungnya. Keterlaluan. Apa dia tak tau kalau saya udah rapi begini sejak setengah jam yang lalu?