Pages

9. Kolak Pisang buat Lupus


   Bulan puasa adalah bulan suci. Bulan yang penuh berkah Tuhan. Tapi tak bisa dipungkiri, bahwa pada bulan-bulan seperti ini, kelesuan hampir menjalari wajah-wajah siswa SMA Merah Putih. Di mana kegiatan sekolah tetap dilaksanakan seperti biasa. Bisa dibayangkan, betapa sulitnya mereka mencoba berkonsentrasi pada pelajaran yang diterangkan, sementara perut masingmasing mereka asyik ber-‘keroncong-ria’.

   Tapi kata Wak Haji, kalau puasa itu nggak boleh dipikirin laparnya. Dosa, dan bisa dituduh nggak rela puasa sama Tuhan. Dan berpuasa bukan cuma nahan lapar dan haus. Tapi juga nafsu lainnya, termasuk ngomongin orang lain. Nah, ini yang kayaknya berat buat mereka. Bayangin aja, sebulan penuh nggak boleh nggosip di sekolah. Wu, mana tahan? Dan bagaimana dengan nasib Ruri yang biang gosip itu? Makanya di saat keluar main, kerjaan anak-anak cuma luntang-lantung, bengong, atau paling banter masuk perpustakaan, terus tidur. Tak ada yang nampak becanda. Boro-boro becanda, ketawa aja males. Habisnya banyak larangan yang bisa membatalkan puasa. Cowok dilarang ngeceng. Cewek juga. Dilarang pacaran, dilarang ngetawain orang, dilarang baca buku yang ’serem serem’.
Pokoknya semuanya yang membangkitkan hawa nafsu. Mau main basket atau voli, segen. Takut haus.

   Tapi itu tetap peraturan. Buktinya di pojokan perpustakaan, Ruri masih menyempatkan diri untuk nggosip sama teman temannya. Lupus yang lagi nyari buku dekat deka: situ, bisa memergoki. “Hayo, mulai ya nggosip lagi!”

   Ruri kaget, tapi dengan cepat menjawab, “Enak aja nuduh. Kita kan cuma menceritakan sesuatu yang kurang sreg di hati. Daripada dipendam terus, malah bikin lapar”

   “Apa bedanya? Kamu kira dengan kamu menemukan definisi yang baru macam itu, akan mengurangi dosa? Tunda aja nggo-