Pages

Pages*39

   Lupus nurut. Dan sempat bergidik melihat alat-alat pembantai yang berjejer di hadapannya. Sementara dokter cewek itu memakai penutup hidung (itu lho, kayak orang mau dioperasi), dan menyiapkan alat-alat pemeriksa dibantu oleh suster. Lupus jadi rada tersinggung. Dikata mulutnya bau banget apa, sampe perlu pakai tutup hidung segala.

   Dokter itu lalu menyuruh Lupus membuka mulut lebar-lebar.

   "Ck, ck, ck..., giginya jelek amat? Kamu pasti suka makan makanan yang manis-manis, ya?"

   Lupus sudah mengira bakalan dikritik begitu. Makanya dia tabah.

   "Ya, Dokter. Saya suka sekali makan permen karet, coklat."

   "Kayak anak kecil aja. Makanya giginya pada bolong-bolong begini. Kenapa sih kamu suka yang manis-manis ?"

   "Kan biar tambah manis.... "

   Dokter itu ketawa ngakak.

   "Oke deh. Sekarang siap-siap aja. Giginya mau saya tambal. Soalnya kalau terasa sakit, nggak boleh dicabut. Lagian, selama masih bisa diselamatkan nggak usah dicabut dulu. Jadi tahan aja. Nggak sakit kok. Paling cuma ngilu sedikit. Siap?"

   Lupus langsung menutup matanya rapatrapat.

•••

   Siang itu Lupus lagi tertidur dengan nyenyaknya, ketika Lulu membangunkan.

   "Bangun, Pus, itu ada temen kamu di depan."

   "Aaaah, siapa sih? Tamu kok nggak tau waktu. Ini kan saatnya tidur siang.... Suruh pulang aja deh. Saya ngantuk banget...," keluh Lupus malas.

   Dia memang sudah dua hari ini kurang tidur. Sekarang giliran bisa tidur, dibangunin.

   "Apa-apaan sih kamu? Kayak artis aja."

   "Tapi salahnya sendiri datang pada Jam tidur.... "