“Sebetulnya Ibu mau pulang lebih awal. Nggak tega ninggalin pekerjaan yang menumpuk di rumah. Tapi...”
“Lho, ada apa sih, Bu...?”
“ltu lho, anaknya Tante Neli, si Ridwan, dia terlibat beberapa kasus yang harus berurusan dengan polisi .... “
“Ridwan? Memangnya dia kenapa?”
“Rupanya sepeninggal Tante Neli ke jakarta, dia berbuat sesuatu yang kurang baik. Mengajak teman-temannya menginap di rumah yang baru. Pakai bawa-bawa perempuan segala. Dan ketika digebrak polisi, ternyata di sana juga terdapat beberapa obat terlarang. Saat itu ayahnya kan lagi tugas di Semarang, jadi lbu terpaksa tinggal beberapa hari menemani Tante Neli mengurusi perkara itu.”
Lulu dan Lupus terdiam. Mereka saling berpandangan. Suasana menjadi hening.
“Itulah. Bu.” sahut Lulu setelah beberapa saat. “Pada akhirnya fakta juga yang berbicara. Kita meski bandel-bandel, tetapi masih dalam batas kewajaran .... “
“Ya, ya. Ibu akui bahwa pada akhimya, Ibu lebih bangga pada kalian,” sahutnya sambil menggandeng kedua anaknya masuk rumah.
“Eh, Lupus. Kamu tidak membawa masuk Barang-barang itu?” kata ibunya tiba-tiba, setelah berada di dalam.
“O iya, lupa. Sori deh...,” sahut Lupus cengar-cengir sambil buru-buru lari ke luar lagi. Ibunya cuma geleng-geleng kepala.
“Kadang Ibu pikir Lulu benar juga. Ibu akan lebih kebingungan kalau kehilangan sendok daripada kehilangan kamu, Pus!” Lupus dan Lulu tertawa berbarengan.
* TAMAT *
<<<PREV::==