Pages

4. PHK

   Pasalnya ya karena si Lupus. Makhluk itu selama ini memang dikenal sebagai 'teman tetap' Poppi. Kadang jajan di kantin sama-sama, ngerjain temen sekelas sama-sama, bikin pe-er sama-sama atau juga ngejar layangan putus yang kadang nyasar ke lapangan kalau lagi pelajaran olahraga.

   Pokoknya kompak deh! Apalagi kalau lagi musim ulangan. Tapi belakangan ini Lupus jarang
masuk. Jarang maen ke rumah Poppi. Meski memang tidak pernah rutin malam Minggu apel, tapi nggak biasanya sampai tiga kali berturut-turut seperti kali ini. Poppi memang maklum sama sifat Lupus yang angin-anginan. Yang nggak bisa dipegang buntut-buntutnya. Sebagai cewek, dia udah begitu cukup pengertian. Tapi Lupusnya ini, kok ya nggak sadar-sadar. Selalu bikin keki.

   Seperti waktu Ruri, cewek yang doyan nggosip itu, sibuk nggosip tentang dirinya sendiri (Kok ada ya orang yang begitu?). Ke sana ke sini memamerkan foto close-up yang katanya cowoknya yang baru, "Newcomer. Baru semalem resmi jadi pacar saya yang ketujuh," katanya bangga.

   Dadanya sampai membusung (eh, nggak jorok, lho!). Lupus yang datang ke kelas belakangan, tak luput kena pameran foto tunggal tersebut.

   "Kece nggak, Pus?" Ruri berkata penuh semangat.

   "Siapa sih? Penyanyi dangdut, ya?" tanya Lupus serius.

   Ruri jelas keki berat.

   SUATU kali dalam hidupmu, pernahkah kamu merasa begitu sepi? Membuka jendela kamar kala semuanya terlelap dalam mimpi, dan merasa sendirian di tengah alam semesta yang
begitu luas?

   Pernahkah?

   Pernahkah kamu merasa begitu benci kepada tawa anak-anak kecil yang bermain di halaman sebelah rumahmu? Sehingga lagu terindah bagimu hanyalah gesekan angin pada pucuk-pucuk-