Pages

Page-03

diam. Terutama kalau lagi tidur. Tapi nggak tentu juga. Dia bisa menjadi orang yang begitu cerewet jika berkumpul dengan orang-orang yang disukainya.

   Dan seperti kebanyakan remaja lainnya, dia pun amat menyukai musik. Semua musik, kecuali musik ilustrasi film horor. Dia tak bisa melepas kebiasaannya untuk bernyanyi kalau lagi jalan-jalan. Kalau sudah begitu, teman sebelahnya akan terkejut dan menatap cemas padanva, “Kamu lagi batuk, ya?”

   Dia juga suka menulis artikel dan kadang juga cerpen di majalah remaja. Keahlian ini mungkin satu-satunya hal yang bisa dibanggakan dari dirinya. Karena dengan begitu, dia tak pernah minta uang dari ibunya kecuali kalau terpaksa (malangnya, dia justru sering berada dalam keadaan terpaksa harus minta uang pada ibunya). Tapi ibunva yang baik hati itu tak pernah kesal. Sebab kalau lagi punya uang banyak, Lupus sering memberikan sebagian kepada ibunya.


* * *


   Seperti hari-hari sebelumnya, pagi itu Lupus bengong nungguin bis di terminal Grogol. Sejak terminal bis Grogol dipindahkan ke Kalideres (eh, tau Kalideres, kan? ltu lho, dekat Kalifornia...), Lupus memang merasa dirugikan. Bis-bis yang lewat situ sudah sarat dengan penumpang. Dan kalau begitu, bis bis itu pada jual mahal semua. Mereka terlalu gengsi untuk sekadar mampir di Terminal Grogol guna menjemput Lupus. Walhasil, Lupus terpaksa sering kedapetan sedang mengejar-ngejar bis yang berhenti agak jauh di depen. Ditambah lagi bis yang jurusannya lewat sekolah Lupus termasuk langka. Kadang sebulan sekali baru lewat. Itu juga kalau sopirnya merasa iseng karena tak ada hal lain yang perlu dikerjakan (hehehe...)

   Dan saat itu, Lupus masih asyik berbengongria. Saking lamanya nunggu bis, muka udah kaya terminal face. Mana bawaannya lumayan banyak seperti orang yang mau pulang-