Pages

Pages-60


   Tante Neli, begitu tepat nama itu untuknya. Dia memang persis nenek-nenek cerewet yang kelincahan. Lupus bukannya tak mau bantu ibunya, tapi dia memang benar benar letih. Ibunya iuga maklum. Dan lagi, bukankah ibunya sudah mempunyai empat orang pembantu yang siap menolong setiap saat? Ditambah Tante Neli dan tante-tante lainnya yang bisa digunakan tenaganya, daripada nggosip nggak keruan. jadi, dasar aja Tante Neli yang nggak bisa lihat orang senang! Begitu kesimpulan yang diambil Lupus. Dan dia pun bisa melanjutkan tidumya dengan tenang. Tanpa merasa berdosa.

   Tapi kesimpulan itu memang tak terlalu salah. Seperti keesokan sorenya ketika Lupus lagi asyik main ayunan yang diikatkan pada pohon jambu bersama Lulu. Lupus mendorong kuat-kuat, sehingga ayunan itu terayun gila-gilaan, membuat Lulu menjerit ketakutan. Di tengah keasyikan itu, Tante Neli tiba tiba muncul dengan jeritan histerisnya, “Hei, hentikan! Hentikan! Lihat daun-daun jambunya pada berjatuhan. Ayo, bersihkan! Kalian ini bagaimana, sih? Sudah pada gede-gede juga masih kayak anak kecil tingkahnya. Kalian pikir tidak berbahaya main ayun-ayunan kencang-kencang begitu? Nggak punya otak! Kamu juga, Lupus, kamu kan anak laki laki tertua. Satu-satunya lagi. Kamu seharusnya bisa menggantikan kedudukan ayahmu almarhum. Bersikaplah dewasa sedikit, tidak seperti anak kecil begitu. Boroboro deh mau bantuin ibu kamu kerja .... “

   Begitulah usilnya Tante Neli. Bahkan hiburan satu-satunya yang mereka miliki juga dilarang. Terpaksa sore itu Lupus dan Lulu kena setrap untuk menyapu seluruh halaman belakang rumah yang cukup luas itu. Ayam ayam yang berkeliaran di situ, sengaja mondar-mandir terus dekat Lupus. Seolah mau meledek. Soalnya mereka tadi agak terganggu ketika lagi asyik-asyik tidur di atas pohon jambu, tiba-tiba pohonnya bergoyang goyang ikut terayun. Dengan keki, Lupus -