Pages

Pages-45


dapat. Kalau misalnya sudah dapat, baru kemudian disembelih, dicabuti bulunya satu satu, dibersihkan lagi, direbus, dan dipotong kecil-kecil untuk mie ayam. Alangkah kasihannya nasib si pembeli!

   Pernah waktu pelajaran koseng, Lupus kelaparan. Belum sarapan. Mau makan di luaran, situasi kurang memungkinkan, karena tak bisa mengontrol kelas yang siapa tau gurunya tiba-tiba datang. Maka Lupus pun pesan mie bakso di situ. Sengaja mie bakso, karena dengan begitu berarti dia tak usah menunggu yang punya kantin berkejar-kejar ria dengan ayam-ayam yang berkeliaran itu. Tapi ditunggu-tunggu ternyata lama sekali. Mungkin baksonya baru dibikin. Setengah jam lebih belum jadi juga. Sampai guru kimia yang galak, sok disiplin, konyol namun adil dalam memperlakukan murid itu nongol di ujung koridor. Kontan saja Lupus, masih dengan semangat ‘45, pontang-panting lari menuju kelasnya. Soalnya kalau terlambat selangkah saja di belakang guru kimia itu, jangan harap diperbolehkan masuk kelas. Itu peraturan yang dia... eh, beliau terapkan. Dan konyolnya, begitu melihat Lupus lari-larian menuju kelas dari arah yang berlawanan, sang guru itu pun ikut-ikutan lari. Maka, terjadilah adu cepat-cepatan masuk kelas. Syukurlah, perlombaan itu dimenangkan oleh Lupus dengan selisih jarak yang kecil sekali. Dan dengan senyum kemenangan, Lupus berjalan masuk kelas. Dia berhak mengikuti pelajaran kali ini.

   Namun ketika pelajaran sedang berlangsung, seorang pesuruh dari kantin mengetuk pintu kelas untuk mengantarkan mie bakso pesanan Lupus. Kontan saja Lupus kaget dan jadi bahan tertawaan anak sekelas.

   Tapi sekarang ada cerita baru tentang kantin sekolah itu. Anaknya ibu kantin yang sekolah di Bandung datang. Dan ikut melayani di kantin tersebut. Gila, cakep juga! Dan pelayanannya bisa lebih cepat lagi. lni kan jadi menarik perhatian cowok-cowok yang tadinya suka jajan di luar, kecuali Lupus. Kar-