Pages

Page-35

terus ke rumah Poppi yang tinggal beberapa meter lagi. Semuanya sirna bersama tetes air huian yang membasahi tubuhnya. Lupus mengusap wajahnya dengan sedih. Baru kali ini dia merasa begitu menderita. Kedinginan sekujur tubuh. Bibirnya pun mulai membiru. Setengah mati menahan air matanya yang hendak berbaur bersama air hujan, karena kesal. Tidak, saya harus pulang! Harga diri saya bakalan jatuh di pasaran! batinnya.

   Dan dia hendak melangkah pergi, ketika matanya tertumbuk pada seorang gadis yang berpayung beberapa langkah dari situ.

   Lupus mencoba mtnghampiri.

   “Poppi?” tanyanya ragu. Gadis itu terkejut dan menoleh. “Lagi ngapain, Pop?”

   “Ya, Tuhan, Lupus. Kok basah kuyup begini? Dan bibir kamu itu... birunya! Aduh, kamu kehujanan. ya?” berondong Poppi sambil mengguncang-guncangkan bahu Lupus.

   “Enggak!” sahut Lupus kering

   “Ayo ke rumah. Saya udah cemas banget, lho. Saya pikir kamu nggak bakalan datang, hujan-hujan begini .... “ sahutnya lagi sambil menarik tangan Lupus.

   “Tapi saya malu, Pop. Basah kuyup begini .... ”

   “Kenapa malu? Saya malah bangga, karena kamu bela-belain dateng meski hujan deras, itu kan tandanya kamu bertanggung jawab. Selalu menepati janji. Saya suka orang yang menghargai janji .... “ sahut Poppi ceria. “Ayolah, nanti kamu kedinginan. Di rumah akan saya suruh sediakan air hangat, dan baju buat ganti. Biar nggak masuk angin .... “

   Lupus jadi terharu.

   ”Satu pertanyaan lagi, Poppi. Apa kamu lagi nungguin saya dengan berpayung kaya tadi?”

   “Pertanyaan jelek! Abis nunggu siapa lagi dong? Saya pikir kamu belum basah kuyup begini. jadi saya bawain payung. Tapi ternyata kamu doyan basah-basahan. Senang mandi hujan. Dasar, masa kecil kurang bahagia, ya?”-