terus ke rumah Poppi yang tinggal beberapa
meter lagi. Semuanya sirna bersama tetes air
huian yang membasahi tubuhnya. Lupus mengusap wajahnya dengan sedih. Baru kali ini
dia merasa begitu menderita. Kedinginan
sekujur tubuh. Bibirnya pun mulai membiru.
Setengah mati menahan air matanya yang
hendak berbaur bersama air hujan, karena
kesal. Tidak, saya harus pulang! Harga diri
saya bakalan jatuh di pasaran! batinnya.
Dan dia hendak melangkah pergi, ketika
matanya tertumbuk pada seorang gadis yang
berpayung beberapa langkah dari situ.
Lupus mencoba mtnghampiri.
“Poppi?” tanyanya ragu. Gadis itu terkejut
dan menoleh. “Lagi ngapain, Pop?”
“Ya, Tuhan, Lupus. Kok basah kuyup begini? Dan bibir kamu itu... birunya! Aduh,
kamu kehujanan. ya?” berondong Poppi sambil mengguncang-guncangkan bahu Lupus.
“Enggak!” sahut Lupus kering
“Ayo ke rumah. Saya udah cemas banget,
lho. Saya pikir kamu nggak bakalan datang,
hujan-hujan begini .... “ sahutnya lagi sambil
menarik tangan Lupus.
“Tapi saya malu, Pop. Basah kuyup begini .... ”
“Kenapa malu? Saya malah bangga, karena kamu bela-belain dateng meski hujan deras, itu kan tandanya kamu bertanggung
jawab. Selalu menepati janji. Saya suka orang
yang menghargai janji .... “ sahut Poppi ceria.
“Ayolah, nanti kamu kedinginan. Di rumah
akan saya suruh sediakan air hangat, dan baju
buat ganti. Biar nggak masuk angin .... “
Lupus jadi terharu.
”Satu pertanyaan lagi, Poppi. Apa kamu
lagi nungguin saya dengan berpayung kaya
tadi?”
“Pertanyaan jelek! Abis nunggu siapa lagi
dong? Saya pikir kamu belum basah kuyup
begini. jadi saya bawain payung. Tapi
ternyata kamu doyan basah-basahan. Senang
mandi hujan. Dasar, masa kecil kurang bahagia, ya?”-