“Kenapa garisnya?” Lupus penasaran.
“Tidak seperti yang saya punya. Arah dan garisnya jelas. Sedang kamu tidak .... “
“Saya kenapa?”
“Ini garis jodoh. Kalau saya ketauan, jodohnya jelas. Lihat aja sendiri. Dan bukti nyata kamu sudah tau, kan? Nah, kalau kamu... ah!”
“Kenapa jodoh saya?”
“Berantakan .... “
“Sialan!” Lupus menarik tangannya. Boim memang suka sok tau. Anak itu nama sebenarnya Imbauan. Baginya tak ada yang lebih berharga di dunia ini selain cewek dan cewek melulu. Dan ceritanya sudah setinggi langit kalau dia bisa jalan bareng dengan primadona-primadona SMA Merah Putih ini. Ge-er-an memang. Entah karena dia memproklamirkan dirinya sendiri atau ada beberapa temannya yang iseng, dia sering dijuluki playboy. Ganti-ganti pasangan terus. Tapi si Boim ini cuma playboy cap duren tiga. Mau nampang modalnya cuma geretan merek duren tiga. Rokok aja nebeng melulu. Kaus kakinya juga nggak pemah ganti. Habis pake langsung dijemur. Pernah sekali waktu sembahyang jumat di sekolah, dia membuka sepatu. Baunya, bujubune .... Membuyarkan konsentrasi sembahyang.
Dan seminggu sekali, setiap malam minggu, dia patah hati. Herannya dia nggak pernah kapok. Pernah sekali dia naksir si Elsa. Cewek jet-set yang cakepnya nggak ketulungan. Kontan saja cintanya ditolak. Berhari-hari dia langsung nggak nafsu makan. Semua unek-uneknya ditumpahkan kepada Lupus.
Dan nasihat Lupus cukup sederhana, “Sudahlah, Im, nggak usah frustasi. Ditolak kan belum tentu diterima .... “
***