usah berdalih macam-macam!” suara Poppi melemah. Lupus kelihatan ragu. ”Saya...”
”Ya, kenapa?” desak Poppi tak sabar.
“Saya nggak tau rumah kamu .... “ suara Lupus pelan sekali.
“Apa?” Poppi terbelalak.
“Maafkan saya. Saya memang paling norak. Saya malu sekali dengan kebodohan saya ini. Sungguh mati, ini yang pertama buat saya untuk pergi dengan seorang gadis. Saya terlalu gembira dan tak tau apa yang harus saya lakukan. Saya sama sekali nggak sadar kalau saya tak pernah punya alamatmu. Jadi, mana mungkin saya bisa menjemputmu? Kau mau memaafkan saya? Lain kali, saya Janji...” suara Lupus makin pelan.
Beberapa saat, Poppi tak tau apa yang harus dilakukannya. Hanya matanya yang menatap lebih bersahabat.
•••
“Lupus!” panggil Poppi pelan, ketika Lupus memasuki kelas keesokan harinya. Lupus langsung menoleh dan menghampiri Poppi.
“Ada apa?”
“Hus, jangan keras-keras! Anak nakal, nanti sore saya tunggu kamu lagi jam lima. Ini alamat saya, jangan sampai hilang, ya?”
Poppi menyerahkan secarik kertas, lalu seperti tak terrjadi apa-apa dia berjalan meninggalkan Lupus.
“Eh, tunggu!” tahan Lupus.
“Ada apa lagi?” Poppi celingukan takut kepergok temannya.
“Ini, saya juga mau ngasih alamat. jemputlah saya kalau kamu kelamaan menunggu .... “
Poppi melotot.